Mari Berjalan Lebih Lambat
Aku menikmati perjalananku, lebih dari orang lain menikmati perjalanannya. Semilir angin, debu menerpa mata, badai menggulung, bukan masalah. Tidak ada yang menyakiti mata hatiku. Ada gorden yang menutup rapat jendela, untuk mencegah rumput hijau milik orang lain membuatku terkesima, dan tumbuh penyakit nista dalam dada.
Aku tersenyum manakala semua tersenyum. Terserah, berapa saldo di kantong mereka. Bukan urusanku. Siapa yang lebih banyak mendapat rezeki, aku tidak ambil pusing. Tolong jangan racuni hatiku.
Sejak dulu, aku percaya bahwa apa pun yang memang untukku, tidak akan melewatkanku. Jadi apa gunanya menggebu? Tolong, jaga hatiku dari rasa haus.
Aku tidak punya banyak ingin. Makan cukup bersama anak istri, listrik menyala dan internet tersedia, kipas angin dan transportasi berfungsi, kasur dan pakaian lengkap, sudah selesai.
Tolong jangan paksa aku untuk memiliki hati yang iri. Aku bahagia hidup dengan duniaku sendiri, dari dulu. Aku tidak sama dengan manusia-manusia yang mengejar hal-hal seperti itu.
Aku ingin tawa yang jujur. Aku ingin hangat yang benar-benar melebur tanpa hal-hal menjijikan tercampur. Aku ingin cengkerama yang setia, bukan dengki yang diam-diam ada. Mari, berjalan lebih lambat. Tarik napas dan tenangkan jantung yang berdegup kencang sebab kecewa.
Namun, jika damai sudah tak ada, aku akan bersiap untuk melangkah ke sebuah arah, di mana ritme hidup selaras dengan jiwa.



Komentar
Posting Komentar